SUNGAI & INDUSTRI (3):  12 Tahun Jadi Sungai Strategis Nasional, DAS Brantas Belum Punya Aturan Daya Tampung Pencemaran Limbah

Aktivis Ecoton mengecek tingkat pencemaran di saluran pembuangan limbah industri pembuatan penyedap makanan PT Cheil Jedang Indonesia di Sungai Brantas, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, 3 Juni 2018. (Dok. Ecoton)

idealoka.com – Memasuki musim kemarau, beban pencemaran sungai akibat limbah rumah tangga dan industri meningkat. Salah satunya di Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas, Jawa Timur. DAS Brantas termasuk kategori Wilayah Sungai Strategis Nasional sehingga pengaturan beban pencemarannya jadi kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Maka tidak heran setiap tahun terutama di musim kemarau banyak ikan yang mati karena kekurangan oksigen dalam air akibat debit air yang menurun dan volume pencemaran limbah yang tetap,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecological Observation and Wetland Conservation (Ecoton) Prigi Arisandi, Kamis, 7 Juni 2018.

Ia menyebut setidaknya ada 11 pabrik gula milik pemerintah dan puluhan industri swasta yang membuang limbahnya di DAS Brantas. “Selain industri gula, industri lain yang membuang limbah dalam volume besar misalnya industri penyedap makanan, pengolahan kertas, dan minuman (instant),” katanya.

Menurut Prigi, ikan-ikan mati karena kekurangan oksigen terlarut dalam air atau dissolved oxygen (DO) yang menurun akibat beban pencemaran selama musim kemarau. Selain sebagai habitat ikan air tawar, masih banyak manfaat sungai bagi makhluk hidup lainnya termasuk manusia yang memanfaatkan sumber daya sungai. Sehingga beban pencemaran yang belum diatur bisa membahayakan kehidupan manusia yang mengkonsumsi air maupun ikan dan makhluk hidup lainnya di sungai.

Sebab menurut Prigi hingga kini KLHK belum menetapkan daya tampung beban pencemaran di DAS Brantas sejak ditetapkan sebagai Wilayah Sungai Strategis Nasional tahun 2006 oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Sehingga sudah 12 tahun Brantas belum punya aturan daya tampung beban pencemaran. “Kami menilai KLHK abai dan kami akan menggugat KLHK,” katanya.

Menurutnya, pemerintah juga belum memiliki standar operasional prosedur (SOP) dalam menangani ribuan ikan yang mati di DAS Brantas setiap tahunnya terutama di musim kemarau. “Belum ada SOP penanganan ikan mati massal,” ujarnya.

Ia juga menganggap belum ada koordinasi yang baik antar instansi pemerintah yang berwenang dalam pengelolaan DAS Brantas baik dari aspek pembangunan, penataan, pengendalian pencemaran, dan pengelolaan kualitas air.

Instansi pemerintah yang terlibat diantaranya Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas dibawah Direktorat Jendral Sumberdaya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) sebagai regulator, Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta I Malang sebagai operator, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang berwenang dalam pengendalian pencemaran dan pengelolaan kualitas air.

Aktivis Ecoton mengecek tingkat pencemaran di saluran pembuangan limbah industri pembuatan penyedap makanan PT Cheil Jedang Indonesia di Sungai Brantas, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, 3 Juni 2018. (Dok. Ecoton)

Pejabat kementerian terkait belum bisa dikonfirmasi mengenai pernyataan aktivis Ecoton yang menyebut pemerintah melalui KLHK belum menetapkan aturan daya tampung beban pencemaran DAS Brantas. Karena belum ada penetapan daya tampung pencemaran, habitat makhluk hidup di sungai terutama ikan dan kesehatan manusia yang memanfaatkan sumber daya sungai bisa terancam.

Dikutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Sungai_Brantas , DAS Brantas merupakan sungai terpanjang kedua di pulau Jawa setelah Bengawan Solo dengan luas 11.800 kilometer persegi atau seperempat luas Jawa Timur. DAS Brantas mengalir di Sungai Brantas itu sendiri dan terpecah ke dua anak sungai yakni Sungai (Kali) Porong dan Kali Mas. Sungai Brantas bermata air di Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, yang berasal dari simpanan air Gunung Arjuno.

Dari Batu mengalir ke Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, dan Mojokerto. Di Kabupaten Mojokerto sungai ini bercabang dua menjadi Kali Mas yang mengarah ke Surabaya dan Kali Porong yang mengarah ke Porong, Kabupaten Sidoarjo. (*)

 

 

 

 

 

Related posts

Leave a Reply